Selasa, 29 Januari 2008

Kandidat 4G dari ITU

ITU (International Telecommunications Union) tengah dalam proses mempersiapkan standard seluler 4G. Teknologi 4G harus memungkinkan layanan voice berbasis IP, serta streaming multimedia dalam kecepatan yang lebih tinggi daripada sekarang. ITU-R (Radiocommunication Sector) mengharapkan bahwa standard akan mencakup kecepatan data setidaknya 100 Mb/s, serta penggunaan OFDMA, yaitu versi multiuser dari OFDM. Tentu semua harus berbasis IP dan packet. Keluarga 3G saat ini — termasuk WCDMA, HSDPA, CDMA2000, dan EVDO — dirancang dengan optimasi pada jaringan suara.
Ada tiga kandidat yang telah dipertimbangkan untuk 4G, yaitu LTE (long-term evolution), UMB (ultramobile broadband), dan WiMAX II (IEEE 802.16.m). Kandidat lain boleh didaftarkan hingga 2009. Setelah itu ITU-T akan mulai bekerja dengan rincian spesifikasi.
LTE dirancang oleh 3GPP (pengembang 3G dari kelompok GSM), sementara UMB diajukan oleh 3GPP2 (pengembang CDMA 2000), dan WiMAX II oleh WiMAX Forum. Tabel di atas membandingkan ketiga kandidat. Semuanya bertransmisi dengan OFDMA, kecuali LTE yang bagian uplinknya menggunakan single-carrier FDMA dengan alasan efisiensi daya pada terminal. UMB membayangkan akan mencapai kecepatan data 288 Mb/s (pada lebar spektrum 20 MHz), sementara LTE menjanjikan sampai 250 Mb/s. WiMAX II mengaku bisa menerobos angka 1 Gb/s, tetapi di mode diam.
Nampaknya, 4G dapat berakhir dalam bentuk kombinasi dari pendekatan yang berbeda. Atau lebih kacau lagi, operator bisa mulai menggunakan teknologi pilihannya sendiri, tanpa peduli standard. Mudah2an sih tidak. Tetapi diperkirakan vendor akan mulai mengembangkan perangkat 4G setelah investasi untuk keluarga 3G mulai menghasilkan keuntungan. ITU-T sendiri menjadwalkan penyebaran komersial secara luas pada 2015.
Sumber :

Kamis, 24 Januari 2008

Asia akan Jadi 'Raja' WiMax




Jakarta - Adopsi WiMax (Worldwide Interoperability for Microwave Access), yaitu teknologi broadband baru berkecepatan tinggi, diperkirakan akan terus melesat naik. Benua Asia pun diprediksi akan menjadi 'raja' penggunaan WiMax mobile dengan pelanggan mencapai 40 juta dalam lima tahun mendatang.Prediksi ini dikemukakan oleh lembaga penelitian Juniper Research. Mereka menyebutkan, separuh dari seluruh pengguna WiMax pada tahun 2013 yang diperkirakan berjumlah 80 juta, akan berada di benua kuning ini. Juniper yang menganalisis adopsi WiMax di berbagai negara Asia menyatakan bahwa perkembangan pesat kemungkinan akan terjadi di India, Korea, Pakistan dan Australia. Peran pemerintah dengan berbagai program untuk mendukung WiMax juga memegang pengaruh penting dalam perkembangan WiMax, misalnya seperti yang terjadi di Taiwan.Meski demikian, masih menurut Juniper, prediksi ini baru bisa terjadi jika berbagai masalah teratasi. Masalah ini seperti jumlah ketersediaan perangkat yang kompatibel ataupun ketersediaan lisensi, yang akan menentukan sejauh mana kesuksesan adopsi WiMax di benua Asia."Dalam beberapa tahun ke depan, lisensi WiMax akan dilelang di negara seperti India dan Jepang. Kesuksesan lelang ini akan menentukan perkembangan pasar," tandas analis dari Juniper, Howard Wilcox seperti dikutip detikINET dari VNunet, Senin (21/1/2008).Diperkirakan oleh Juniper Research, pada tahun 2013, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat diprediksi akan menjadi pasar utama WiMax mobile. Juniper memaparkan juga, prediksi mereka tentang jumlah pelanggan kemungkinan bisa terlampaui jika harga perangkat pendukung yang kompatibel semakin murah. ( fyk / fyk )




Sumber :


Kamis, 17 Januari 2008

Regulasi Frekuensi

Spektrum Frekuensi Radio merupakan sumber daya alam yang terbatas yang mempunyai nilai strategis dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan dikuasi oleh negara. Pemanfaatan Spektrum Frekuensi Radio sebagai sumber daya alam tersebut perlu dilakukan secara tertib, efisien dan sesuai dengan peruntukannya sehingga tidak menimbulkan gangguan yang merugikan.

Spektrum Frekuensi Radio adalah susunan pita frekuensi radio yang mempunyai frekuensi lebih kecil dari 3000 Ghz sebagai satuan getaran gelombang elektromagnetik merambat dan terdapat dalam dirgantara (ruang udara dan antariksa). Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia ditetapkan dengan mengacu kepada alokasi Spektrum Frekuensi Radio Internasional untuk wilayah 3 ( region 3 ) sesuai Peraturan Radio yang ditetapkan oleh Himpunan Telekomunikasi Internasional ( ITU ). Tabel alokasi frekuensi nasional Indonesia disusun berdasarkan hasil Final Act World Radio Communication Conference-1997 yang berlangsung di Jenewa, pada bulan November 1997.


Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia diambil dari referensi-referensi berikut ini :

1. Artikel S5, Frequency Allocation, Radio Regulation dan Final Act-World Radiocommunication Conference (WRC)-1997, International Telecommunication Union (ITU), Tabel Alokasi telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
2. Tabel Alokasi Spektrum Frekuensi Radio Indonesia, edisi pertama, 1996
3. Penetapan Frekuensi Maritim, Penerbangan dan Siaran di Indonesia
4. Penetapan Frekuensi Dinas Tetap di Indonesia
5. Database AFMS (Automated Frequency Management System).


Sebagai catatan bahwa pada tabel ini tidak mencakup penggunaan spektrum frekuensi radio untuk kepentingan militer.

Sumber :
Departemen Komunikasi Dan Informatika R.I

Penggunaan Frekuensi 1.9 Ghz

Siaran Pers No. 1/DJPT.1/KOMINFO/1/2008
Penggunaan Pita Frekuensi Radio 1.9 GHz

Ditjen Postel mengingatkan kepada seluruh penyelenggara telekomunikasi untuk tetap diwajibkan segera menghentikan pengoperasian jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas pada pita frekuensi radio 1.9 GHz dan memindahkannya pada pita frekuensi radio 800 MHz sebagaimana telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Peringatan ini sebagai hasil pemantauan dan evaluasi terhadap perkembangan progress migrasi frekuensi radio 1.9 GHz dari beberapa penyelenggara telekomunikasi. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 5 Ayat (5) Peraturan Menteri Kominfo No. 01/PER/M.KOMINFO/1/2006 tertanggal 13 Januari 2007 tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 2.1 GHz Untuk Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler IMT-2000, bahwa penyelenggaraan jaringan tetap lokal dengan mobilitas terbatas hanya dapat beroperasi di pita frekuensi radio 1.9 GHz sampai dengan 31 Desember 2007 dan dilarang membangun dan mengembangkan jaringan PCS 1900 pada pita frekuensi radio 1.9 GHz.

Dengan demikian Ditjen Postel tidak mengizinkan adanya perpanjangan waktu (jika ada penyelenggara telekomunikasi yang melakukan) bagi proses migrasi frekuensi radio 1.9 GHz, yaitu selain karena perpanjangan waktu tersebut hanya bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, juga karena rentang waktu sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Kominfo No. 01/PER/M.KOMINFO/1/2006 untuk melakukan migrasi sudah cukup lama. Sedangkan untuk penyelenggara telekomunikasi yang telah mendapat izin untuk menyelenggarakan jaringan bergerak seluler pada pita frekuensi radio 1900 – 1910 MHz berpasangan dengan 1980 -1990 MHz, hanya dapat beroperasi dengan lebar pita maksimum 5 MHz FDD yaitu 1905 – 1910 berpasangan dengan 1985 – 1990 MHz sampai dengan adanya penyelenggaraan MSS IMT – 2000. Ketentuan tersebut juga tersebut pada Peraturan Menteri Kominfo No. 01/PER/M.KOMINFO/1/2006, khususnya pada Pasal 8 Ayat (1).

Penataan pita frekuensi tersebut dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip: mendorong pemanfaatan tehnologi yang netral dan efisien; mencegah terjadinya inefisiensi spektrum frekuensi radio; melaksanakan secara bertahap; membangkitkan pertumnbuhan industri telekomunikasi dan informatika nasional; memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat; dan menyediakan layanan telekomunikasi yang bersifat global. Penataan pita frekuensi radio tersebut dilakukan dengan pemindahan:
Penyelenggara jaringan tetap lokal dengan mobilitas terbatas/FWA yang beroperasi pada pita frekuensi radio PCS1900.
Penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet switched yang beroperasi pada pita frekuensi radio PCS1900.
Penyelenggara jaringan bergerak seluler yang beroperasi pada pita frekuensi radio PCS1900.
Sistem komunikasi radio gelombang mikro pada pita frekuensi radio 2.1 GHz.

Ditjen Postel memahami sepenuhnya, bahwa proses migrasi frekuensi radio tersebut bukan tanpa kesulitan. Itulah sebabnya kemudian dengan mempertimbangkan, bahwa setelah dilakukan evaluasi yang mendalam dalam penataan frekuensi radio tersebut dilakukanlah penataan khusus penggunaan pita frekuensi radio 800 MHz yang digunakan oleh penyelenggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas dan penyelenggara jaringan bergerak seluler melalui pengaturan pengalokasian kanal pada pita frekuensi radio 800 MHz untuk penyelenggara jaringan tetap lokal tanpa kabel dengan mobilitas terbatas dan penyelenggara jaringan bergerak seluler yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kominfo No. 181/KEP/M.KOMINFO/12/2006 tentang Pengalokasian Kanal Pada Pita Frekuensi Radio 800 MHz Untuk Penyelenggara Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel Dengan Mobilitas Terbatas dan Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler, tertanggal 12 Desember 2006.

Dalam perkembangannya, ketentuan yang tersebut pada Keputusan Menteri Kominfo No. 181/KEP/M.KOMINFO/12/2006 tersebut belum sepenuhnya cukup representatif, sehingga kemudian untuk mempercepat penyesuaian penggunaan kanal pada pita frekuensi radio 800 MHz, maka atas dasar evaluasi yang komprehensif terhadap usulan dari beberapa penyelenggara telekomunikasi yang dimaksud pada Keputusan Menteri Kominfo No. 181/KEP/M.KOMINFO/12/2006 untuk mengharapkan adanya perubahan adan penyesuaian penggunaan kanal pada pita frekuensi radio 800 MHz, kemudian Keputusan Menteri Kominfo No. 181/KEP/M.KOMINFO/12/2006 dirubah menjadi Keputusan Menteri Kominfo No. 162/KEP/M.KOMINFO/5/2007 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kominfo No. 181/KEP/M.KOMINFO/12/2006 tentang Pengalokasian Kanal Pada Pita Frekuensi Radio 800 MHz Untuk Penyelenggara Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel Dengan Mobilitas Terbatas dan Penyelenggara Jaringan Bergerak Seluler, tertanggal 2 Mei 2007.

Kepala Bagian Umum dan Humas,
Gatot S. Dewa Broto
HP: 0811898504
Email: gatot_b@postel.go.id
Tel/Fax: 021.3860766

Sumber :
Departemen Komunikasi Dan Informatika R.I

Penghentian Penggunaan Frekuensi

Siaran Pers No. 3/DJPT.1/KOMINFO/1/2008
Pemberitahuan Penghentian Penggunaan Frekuensi Radio 438-470 MHz Untuk Radio Konsesi

Ditjen Postel pada tanggal 7 Januari 2008 melalui surat yang ditanda-tangani oleh Direktur Frekuensi Radio Tulus Rahardjo telah mengirimkan surat No. 18/T/DJPT.4/KOMINFO/1/2008 kepada 70 perusahaan (yang datanya tersebut di bawah ini) yang selama ini terdaftar resmi sebagai pemegang izin penggunaan frekuensi radio 438 - 470 MHz. Surat tersebut pada intinya menyebutkan, bahwa berdasarkan surat Dirjen Postel No. 1920/DJPT.4/KOMINFO/11/2005 tertanggal 21 November 2005 perihal pemberitahuan penyesuaian peruntukan pita alokasi frekuensi radio 438-470 MHz, maka penggunaan frekuensi radio untuk keperluan umum radio konsesi pada pita frekuensi tersebut hanya berlaku sampai dengan akhir tahun 2007. Oleh karenanya, pada awal Januari 2008 ini Ditjen Postel tidak akan menerbitkan perpanjangan ISR baru pada pita frekuensi radio tersebut. Dengan demikian, seandainya sudah habis jatuh tempo berlakunya izin tersebut, maka tidak dimungkinkan lagi adanya perpanjangan.

Seandainya perusahaan-perusahaan tersebut masih ada yang membutuhkan frekuensi radionya untuk keperluan komunikasi, maka Ditjen Postel menyarankan agar mereka ini menjadi pelanggan penyelenggara telekomunikasi. Alternatif lainnya adalah, bahwasanya mereka ini dapat mengajukan permohonan baru pada frekuensi radio di luar pita frekuensi radio 438-470 MHz sepanjang frekuensi radionya tersedia. Pemberitahuan penghentian penggunaan frekuensi radio 438-470 MHz untuk radio konsesi ini merupakan salah satu bagian dari grand design Ditjen Postel dalam melakukan penataan ulang frekuensi radio di pita frekuensi 400-an MHz. Hal ini didasari oleh suatu kenyataan, bahwa kebutuhan masyarakat terhadap frekuensi radio di pita 400-an MHz pada kurun waktu satu dasa warsa terakhir ini semakin meningkat tajam, seperti untuk keperluan seluler, pemerintahan, transportasi, keamanan, komersial dan lain-lain. Oleh karenanya, agar semua keperluan masyarakat tersebut dapat terwadahi, maka Ditjen Postel perlu melaksanakan penataan ulang pita frekuensi radio untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan optimalisasi penggunaan frekuensi radio.
Sebagai informasi, pada akhir tahun 1980-an, sistem telepon bergerak selular pertama kali dikenalkan adalah sistem NMT di pita frekuensi 470 MHz yang diselenggarakan oleh PT. Mobisel. Sebenarnya standar sistem NMT adalah di pita 450 MHz, yang saat itu tidak bisa diberikan karena dinilai relatif padat pengguna saat itu. Di pita 450 MHz banyak digunakan untuk two way radio, HT, taxi, trunking oleh banyak penyelenggara instansi pemerintah, pertahanan keamanan, maupun radio konsesi (penyelenggara telekomunikasi khusus) untuk memudahkan kepentingan komunikasinya. Pada perkembangan berikutnya, pada tahun 2002, Ditjen Postel memberikan izin bagi penyelenggara selular CDMA di pita 450 MHz untuk Mobisel yang akan memigrasikan sistem analog NMT di 470 MHz menjadi sistem digital selular CDMA di 450 MHz. Akan tetapi langkah pemberian izin tersebut tidak dibarengi dengan kebijakan apapun terhadap penyelenggara eksisting pita 450 MHz untuk two way radio, trunking, dan servis land mobile lainnya, sehingga sulit bagi penyelenggara telekomunikasi tertentu untuk mengembangkan infrastruktur CDMA-450.

Proses migrasi yang kemudian berlangsung sesuai dengan konsep penataan frekuensi radi 450 MHz berdasarkan kesepakatan beberapa pihak terkait adalah sebagai berikut:

Ditjen Postel mengidentifikasi dan melakukan sosialisasi kepada seluruh pengguna eksisting di pita 438 – 470 MHz di seluruh Indonesia.
Kepada pengguna eksisting telah diberi surat untuk melakukan migrasi ke pita frekuensi 350 – 430 MHz paling lambat 2 tahun sampai akhir tahun 2007..
Bila pengguna eksisting ingin melakukan migrasi sebelum akhir tahun 2007 tersebut, maka Ditjen Postel akan menyediakan frekuensi pengganti sepanjang tersedia di lokasi dimaksud, serta bilamana diperlukan biaya penggantian atau penyesuaian perangkat akan dibantu oleh penyelenggara telekomunikasi yang menggunakan frekuensi radio tersebut.
Setelah 31 Desember 2007, Ditjen Postel tidak akan memperpanjang izin bagi penyelenggara eksisting yang tidak bersedia mengambil kesempatan untuk mengganti frekuensinya.

Status kemajuan migrasi frekuensi selular 450 MHz sampai akhir tahun 2007 adalah sebagai berikut:

Proses migrasi frekuensi untuk pengguna TNI/Dephan berjalan baik, di mana hampir semua pengguna frekuensi untuk pertahanan, telah dipindahkan atau diganti sesuai dengan alokasi frekuensi yang ditetapkan.
Proses migrasi frekuensi untuk pengguna berizin sesuai dengan database Ditjen Postel, berjalan dengan baik di sejumlah daerah.
Kesulitan dialami terutama di daerah-daerah seperti Jawa Barat, di mana Pemerintah Daerah setempat secara tidak berdasar, memberikan izin lain kepada pengguna lain. Disepakati bahwa pengguna bersangkutan hanya dapat beroperasi sampai dengan akhir tahun 2007.
Masalah lainnya adaah sering timbulnya sejumlah gangguan akibat penggunaan perangka komunikasi radio two-way radio pada frekuensi 450 MHz-an yang beredar luas di masyarakat.
Selain itu di beberapa daerah sering timbul gangguan, terutama akibat penggunaan “ booster ” pada antenna pesawat penerima TV VHF oleh sejumlah masyarakat yang digunakan di daerah-daerah untuk memperjelas sinyal penerimaan televisi analog.

Kepala Bagian Umum dan Humas,
Gatot S. Dewa Broto
HP: 0811898504
Email: gatot_b@postel.go.id
Tel/Fax: 021.3860766
Sumber :
Departemen Komunikasi Dan Informatika R.I

Undang-Undang Tentang Telekomunikasi


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999
TENTANGTELEKOMUNIKASI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a.bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila da Undang-Undang Dasar 1945;

b.bahwa penyelenggara telekomunikasi mempunyai arti strategis dalam upaya memperkukuh persatuan dan kesatuaan bangsa,memperlancar kegiatan pemerintahan,mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,serta meningkatkan hubungan antar bangsa;

c.bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang tehadap telekomunikasi;

d.bahwa segala sesuatu yan berkaitan dengan perubahan mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi tersebut,perlu dilakukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggara telekomunikasi nasional;

e.bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas,maka Undang-undang No.3 tahun 1989 tentang Telekomunikasi dipandang tidak sesuai lagi,sehingga perlu diganti;
Mengingat:

Pasal 5 ayat (1),Pasal20 ayat (1) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG TELEKOMUNIKASI
BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :


1.Telekomunikasi adalah setiap pemancar,pengiriman,dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda,isyarat,tulisan,gambar,suara,dan bunyi melalui sistem kawat,optik,radio,atau sistem elektromanetik lainnya;


2.Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam pertelekomunikasian;


3.Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkin- kan bertelekomunikasi;


4.Sarana dan prasarana telekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi;


5.Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelomban radio;


6.Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;


7.Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk mmemenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;


8.Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan,koperasi,Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),Badan Usaha Milik Negara (BUMN),badan usaha swasta,instansi pemerintah,dan instansi pertahanan keamanan negara;


9.Pelanggan adalah perseorangan,badan hukum,instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;


10.Pemakai adalah perseorangan,badan hukum,instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;


11.Pengguna adalah pelanggan dan pemakai;


12.Penyelenggara telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;


13.Penyelenggara jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan jaringan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;


14.Penyelenggara jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan jasa telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;


15.Penyelenggara telekomunikasi khusus adalah penyelenggara telekomunikasi yang bersifat,peruntukan,dan pengoperasiannya khusus;


16.Interkoneksi adalah keterhubungan antara jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda;


17.Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi;


BAB II ASAS DAN TUJUAN


Pasal 2


Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat,adil dan merata,kepastian hukum,keamanan,kemitraan,etika dan kepercayaan pada diri sendiri.


Pasal 3


Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa,meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan,serta meningkatkan hubungan antarbangsa.


BAB IIIPEMBINAAN


Pasal 4


(1)Telekomunikasi dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.


(2)Pembinaan telekomunikasi diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan telekomunikasi yang meliputi penetapan kebijakan,pengaturan,pengesaan dan pengendalian.


(3)Dalam penetapan kebijakan,pengaturan,pengawasan dan pengendalian dibidang telekomunkasi,sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terpadu dengan memperhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat serta perkembangan global.


Pasal 5


(1)Dalam rangka pengembangan dan pembinaan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4,Pemerintah melibatkan peran serta masyarakat.


(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),berupa menyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat mengenai arah perkembangan pertelekomunikasian dalam rangka penetapan kebijakan,pengaturan,pengendalian dan pengawasan di bidang telekomunikasi.


(3)Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2),diselenggarakan oleh lembaga mandiri yang dibentuk untuk maksud tersebut.


(4) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) keanggotaannya terdiri dari asosiasi yang bergerak di bidang telekomunikasi,asosiasi profesi telekomunikasi,asosiasi produsen peralatan telekomunikasi,asosiasi pengguna jaringan dan jasa telekomunikasi serta masyarakat intelektual di bidang telekomunikasi.


(5) Ketentuan mengenai tata cara peran serta masyarakat dan pembentukan lembaga sebagaiman dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan Pemerintah.


Pasal 6 Menteri bertindak sebagai penanggung jawab administrasi telekomunikasi Indonesia.


BAB IV PENYELENGGARAAN
Bagian Pertama Umum
Pasal 7

(1)Penyelenggara telekomunikasi meliputi :

a.Penyelenggara jaringan telekomunikasi;

b.penyelenggara jasa telekomunikasi;

c. penyelenggara telekomunikasi khusus
(2)Dalam penyelenggaraan telekomunikasi,diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a.melindungi kepentingan dan keamanan Negara;

b. mengantisipasi perkembangan teknologi dan tututan global;

c. dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;

d. peran serta masyarakat.
Bagian Kedua Penyelenggara
Pasal 8
(1) Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi sebagai mana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b,dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,yaitu:

a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);

b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);

c. Badan usaha swasta; atau

d. Koperasi
(2) Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c,dapat dilakukan oleh :

a. Perseorangan;

b. instansi pemerintah;

c. badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.(3) Ketentuan mengenai penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
(1) Penyelenggara jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud daalam Pasal 8 ayat (1) dapat menyelengggarakan jasa telekomunikasi.
(2) Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi,menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.
(3) Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal8 ayat (2) dapat menyelenggaarakan telekomunikasi untuk:

a. keperluan sendiri;

b. keperluan pertahanan dan keamanan negara;

c. keperluan penyiaran;
(4) Penyelenggara telekomunikaasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a,terdiri dari penyelenggara telekomunikasi untuk keperluan :

a. perseorangan;

b. instansi pemerintah;

c. dinas khusus;

d. badan hukum.
(5) Ketentuan mengenai penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian KetigaLarangan Praktik Monopoli
Pasal 10
(1) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di antara penyelenggara telekomunikasi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian KeempatPerizinan
Pasal 11
(1) Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat diselenggarakan setelah mendapat iziz dari Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan :

a. tata cara yang sederhana;

b. proses yang transparan, adil,dan tidak diskriminatif;serta

c. penyelesaian dalam waktu yaang singkat.
(3) Ketentuan meengeeenai perizinan penyelenggara telekmunikasi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian KelimaHak and Kewajiban Penyelenggara dan Masyarakat
Pasal 12
(1) Dalam rangka pembangunan,pengoperasian,daan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi,penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara da atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai Pemerintah.
(2) Pemanfaatan atau pelintasan tanah negara dan atau banguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1),berlaku pula terhadap sungai,danau,atau laut,baik permukaan maupun dasar.
(3) Pembangunan,pengoperasian dan atau pemelihaaran jaringan telekomunikasi sebagaiman dimaksud pada ayat (1),dilaksanakan setelaah mendapatkan persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggungjawab dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 13
Penyelenggara telekomunikasi dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan atau bangunan,pengoperasian atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi setelah terdapat persetujuan diantara para pihak.
Pasal 14
Setiap peengguna telekomunikasi mempunyai hak yang sama untuk menggunakan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
(1) Atas kesalahan dan atau kelallaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian,maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi.
(2) Penyelengga telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),kecuali penyelenggara telekomunikassi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalaahan dan atau kelalainya.
(3) Ketentuan mengenai tata cara peengajuan dan penyelesaian ganti rugi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 16
(1) Setiap penyelenggara jaringa telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal.
(2) Kontribusi pelayanan universal sebagaiman dimaksud pada ayat (1) berbentuk penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau kompensasi lain.
(3) Ketentuan kontribusi pelayanan universal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
Penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan prinsip:

a. perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna;

b. meningkatkan efisiensi daalam penyelenggaraan telekomunikasi; dan

c. pemenuhan standar penyediaan sarana dan prasarana.
Pasal 18
(1) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikassi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi
(2) Apabila pengguana memerlukan catataan/rekaman pemakai jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),penyelenggara telekomunikasi wajib memberikannya.
(3) Ketentuan mengenai pencatatan/perekaman pemakai jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin kebebasan penggunanya memilih jaringan telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi.
Pasal 20
Setiap penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan prioritas untuk pengiriman,penyaluran ,dan penyampaian informasi penting yang menyangkut :

a. keamanan negara;

b. keselamatan jiwa manusia dan harta benda;

c. bencana alam;

d. marabahaya dan atau

e. wabah penyakit.
Pasal 21
Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha penyelenggaraan telekomunikasi yang bertentangan dengan kepentingan umum,kesusilaan,keamanan,atau ketertiban umum.
Pasal 22
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak,tidak sah atau memanipulasi :

a. akses ke jaringan telekomunikasi; dan atau

b. akses ke jasa telekomunikasi; dan atau

c. akses ke jaringan telekomunikasi khusus
Bagian KeenamPenomoran
Pasal 23
(1) Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan dan jasa telekomunikasi ditetapkan dan digunakan penomoran
(2) Sistem penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri
Pasal 24
Permintaan penomoran oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi diberikan berdasarkan penomoran sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 23.
Bagian KetujuhInterkoneksi dan biaya Hak Penyelenggaraan
Pasal 25
(1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
(2) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya.
(3) Pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)di lakukan berdasarkan prinsip :

a. pemanfaatan sumber daya secara efisien;

b. keserasian sistem dan perngkat telekomunkasi;

c. peningkatan mutu pelayanan; dan

d. persaingan sehat yang tidak saling merugikan.
(4) Ketentuan mengenai interkoneksi jaringan telekomunikasi,hakdan kewajiban sebagaimana dimaksud pada aya (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 26
(1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggara telekomunikasi yang diambil dari persentase pendapatan.
(2) Ketentuan mengenai biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian KedelapanTarif
Pasal 27
Susunan tarif penyelenggara jaringan telekomunikasi dan tarif penyelenggara jasa telekomunikasi di atur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 28
Besarnya tarif penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi dengan berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Bagian KesembilanTelekomunikasi Khusus
Pasal 29
(1) penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a dan huruf b,dilarang disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya.
(2) Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) huruf c dapat disambungkan ke jaringan penyelenggara telekomunikasi lainnya sepanjang digunakan untuk keperluan penyiaran.

Pasal 30
(1) Dalam hal penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi belum dapat menyediakan akses didaerah tertentu,maka penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a, dapat menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b setelah mendapat izin Menteri.
(2) Dalam penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi sudah dapat menyediakan akses di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),maka penyelengara telekomunikasi khusus dimaksud tetap dapat melakukan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi.
(3) Syarat-syarat untuk mendapat izin sebagaiman dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 31
(1) Dalam keadaan penyelenggara telekomunikasi khusus untuk keperluan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b belum atau tidak mampu mendukung kegiatannya, penyelenggara telekomunikasi khusus dimaksud dapat menggunakan atau memanfaatkan jaringan telekomunikasi yang dimiliki dan atau digunakan oleh penyelenggara telekomunikasi lainnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian KesepuluhPerangkat TelekomunikasiSpektrum,Frekuensi Radio, dan Orbit Satelit
Pasal 32
(1) Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan ,dibuat ,dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan teknis perangkat telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denga Peraturan Pemerintah.
Pasal 33
(1) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapat izin Pemerintah.
(2) Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu.
(3) Pemerintah melakukan pengawasan da pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit.
(4) Ketentuan penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang digunakan dalam penyelenggaraan telekomunikasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 34
(1) Pengguna spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya penggunaan frekuensi,yang besarnya didasarkan atas penggunaan jenis dan lebar pita frekuensi.
(2) Penggunaan orbit satelit wajib membayar biaya hak penggunaan orbit satelit.
(3) Ketentuan mengenai biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 35
(1) Perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh kapal berbendera asing dari dan ke wilayah perairan Indonesia dan atau yang dioperasikan diwilayah perairan Indonesia,tidak diwajibkan memenuhi kewajiban persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
(2)Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh kapal berbendera asing yang berada di wilayah perairan Indonesia diluar peruntukannya ,kecuali :

a. untuk kepentingan negara,Keamanan negara Keselamatan jiwa manusia dan harta benda,bencana alam,Keadaan marabahaya,wabah,navigasi,dan keamanan lalu lintas pelayaran; atau

b.disambungkan ke jaringan telekomunikasi yang disambungkan oleh penyelenggara telekomunikasi, atau

c. merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak pelayaran.
(3)Ketentuan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 36
(1)Perangkat telekmunikasi yang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan kewilayah udara Indonesia tidak diwajibkan memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.
(2)Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke wilayah udara Indonesia diluar peruntukannya, kecuali :

a. untuk kepentingan negara,Keamanan negara Keselamatan jiwa manusia dan harta benda,bencana alam,Keadaan marabahaya,wabah,navigasi,dan keselamatan lalu lintas penerbangan ; atau

b.disambungkan kejaringan telekomunikasi yang dioperasikan oleh penyelenggara telekomunikasi, atau

c.merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi dinas bergerak penerbangan.
(3) Ketentuan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 37
Pemberian izin penggunaan perangkat telekomunikasi yang menggunakan spektrum frekuensi radio untuk perwakilan diplomatik di Indonesia dilakukan dengan memperhatikan asas timbal balik.
Bagian KesebelasPengamanan Telekomunikasi
Pasal 38
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggara telekomunikasi.
Pasal 39
(1) Penyelenggara telekomunikasi wajib melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap instalasi dalam jaringan telekomunikasi yang digunakan untuk penyelenggaraan telekomunikasi.
(2)Ketentuan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 40
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui telekomunikasi dalam bentuk apapun.
Pasal 41
Dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas permintaan pengguna jasa telekomunikasi,penyelenggara jasa telekomunikasi wajib melakukan perekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa telekomunikasi dan dapat melakukan perekaman informasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 42
(1) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi yang diselenggarakan.
(2) Untuk keperluan proses peradilan pidana,penyelenggara telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas :

a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu.

b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.
(3) Ketentuan mengenai tata cara perekaman dan permintaan rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
Pemberian rekaman informasi oleh penyelenggara jasa telekomunikasi kepada pengguna jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan untuk kepentingan proses peradilan pidana sebagaiman dimaksud dalam Pasal 42 ayat(2) tidak merupakan pelanggaran Pasal 40.


BAB VPENYIDIKAN


Pasal 44


(1) Selain penyidik Pejabat Polisi Republik Indonesia,juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidang telekomunikasi,diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang telekomunikasi.


(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berwenang:



a.melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.



b.melakukan pemeriksaaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana dibidang telekomunikasi.



c. menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku.



d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.



e. melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.



f. menggeledah tempat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.



g.menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaita dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.



h.meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.



i. mengadakan penghentian penyidikan.


(3) Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Undang-undang Hukum Acara Pidana.


BAB VISANKSI ADMINISTRASI


Pasal 45


Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1),Pasal 18 ayat (2),pasal19,pasal 21,Pasal 25 ayat (2),Pasal 26 ayat (1),Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat (2),Pasal 33 ayat (1),Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat (1),Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.


Pasal 46


(1) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.


(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.


BAB VIIKETENTUAN PIDANA


Pasal 47


Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1),dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).


Pasal 48


Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).


Pasal 49


Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).


Pasal 50


Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).


Pasal 51


Penyelenggara komunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1 ataau Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).


Pasal 52


Barang siapa memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).


Pasal 53


(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan penjara pidana paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).


(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.


Pasal 54


Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 Ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua raatus juta rupiah).


Pasal 55


Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).


Pasal 56


Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.


Pasal 57


Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).


Pasal 58


Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 52,atau Pasal 56 dirampas oleh negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 59


Perbuataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal 51,Pasal 52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal 55,Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.


BAB VIIIKETENTUAN PERALIHAN


Pasal 60


Pada saat berlakunya Undang-undang ini, penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undaang Nomor 3 Tahun 1989 tentang telekomunikasi,tetap dapat menjalankan kegiatannya dengan ketentuan dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Undang-undang ini dinyatakan berlaku wajib menyesuaikan dengan Undang-undang ini.


Pasal 61


(1)
Dengan berlakunya Undang-undang ini,hak-hak tertentu yang telah diberikan oleh Pemerintah kepada Badan Penyelenggara untuk jangka waktu tertentu berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 masih berlaku.

(2)
Jangka waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),dapat dipersingkat sesuai dengan kesepakatan antara Pemerintah dengan Badan Penyelenggara.

Pasal 62

Pada saat Undang-undang ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 11,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3391) masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-undang ini.


BAB IXKETENTUAN PENUTUP

Pasal 63

Dengan berlakunya Undang-undang ini,Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang telekomunikasi dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 64

Undang-undang ini berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.Agar setiap orang mengetahuinya,memerintahkan mengundangkan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di JakartaPada tanggal 8 September 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di JakartaPada tanggal 8 September 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARAREPUBLIK INDONESIA
ttd.MULADI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 154

Selasa, 15 Januari 2008

Instalasi Konektor RG 8 Untuk Minilink

Petunjuk Pemasangan Konektor Kabel Radio Mini Link
1. Tools

2. Bagian – bagian konektor


3.Petunjuk pemasangan Konektor

3.1 Masukkan Nut ke kabel diikuti ferrule
3.2 Kupas jaket kabel menggunakan cutter sepanjang 25mm tanpa merusak lapisan di dalamnya 3.3 Dengan hati – hati rapikan lapisan anyaman kabel tanpa merusak lapisan di dalamnya 3.4 Potong dielektrik 2.5 mm dari ujung jaket kabel
3.5 Potong 6mm bagian tengah konduktor menggunakan tang pemotong
3.6 Kikir ujung inner konduktor menggunakan tool File/Kikir


3.7 Satukan Anyaman bagian luar dan satukan dengan bagian tengah konduktor dan pastikan tanpa terplintir


3.8 Masukkan flush inner konektor ke jaket kabel


3.9 Hati – hati melipat anyaman kearah belakang yang membungkus inner konektor kemudian potong panjang anyaman yang berlebih dengan menggunakan gunting



3.10 Pastikan bahwa dielectrik agak menonjol keluar sejauh 0.5mm dari inner konektor
3.11 Masukkan kabel ke dalam badan konektor


3.12 Gunakan spanner 14mm untuk mengencangkan badan konektor dan gunakan 16mm spanner untuk mengunci Nut.



3.13 Check agar tidak terjadi short circuit menggunakan Multi Meter


Contoh pemasangan Konektor yang salah

Seperti terlihat foto di atas, kabel serabut yang seharusnya terpasang pada konektor, ternyata tidak terpasang atau hanya nempel saja, karena kabel serabutnya dipotong habis.
Sehingga tegangan yang diterima RAU tidak stabil dan menyebabkan Link intermittent atau "mati-hidup" dan akhirnya mati.

Fungsi kabel serabut pada coax yaitu sebagai penghantar tegangan negative, dan innernya untuk tegangan positive.
Gara-gara pemasangan konektornya yang salah, akan mengakibatkan RAU rusak dalam waktu yang singkat.



Sumber:


Project Instalasi Minilink-E














Instalasi Kabel UTP & RJ-45

Berikut ini akan di berikan langkah-langkah instalasi Kabel UTP dan Konektor RJ 45
Sistem yang diperlukan:
‐ Satu unit komputer
‐ Kabel UTP secukupnya
‐ Konektor Rj 45 secukupnya
‐ Tang UTP
‐ Hub/Switch
‐ Gunting
‐ Multimeter

A. Metode Straight-Through (NIC-HUB)
Metode pengabelan ini dipergunakan untuk menghubungkan antara
NIC dengan HUB/Switch. Kabel UTP merupakan kabel yang terdiri
dari 4 pasang kabel berwarna yang dipilin sesuai dengan
pasangannya. Pada pemasangan hanya digunakan 4 kabel saja, yaitu
kabel urutan 1 dan 2 untuk Transmit/kirim (putih oranye, oranye) dan
urutan 3 dan 6 untuk Receive (putih hijau, hijau). Walaupun
demikian, kabel lainnya tetap ikut terpasang ke konektor Rj 45
(Registered Jack 45).

‐ Perhatikan gambar di atas. Dengan menggunakan tang UTP
ataupun cutter, kelupaslah perlahan-lahan pembungkus kabel luar
UTP 1,5 cm dari ujungnya dan jangan sampai luka pada pembungkus kabel berwarna bagian dalam hingga terlihat empat
pasang kabel berwarna (putih oranye oranye, putih hijau hijau,
putih biru biru, putih coklat coklat).
‐ Pisahkan masing-masing kabel yang berbelitan tadi, lalu aturlah
kabel tadi dari kiri ke kanan; putih oranye, oranye, putih hijau,
biru, putih biru, hijau, putih coklat, coklat.
‐ Rapikan dan luruskan kabel-kabel tadi agar mudah dimasukkan
pada jalur-jalur di konektor Rj45.
‐ Kemudian, dengan menggunakan gunting/tang UTP ratakan
ujung-ujung kabel tersebut dengan memotongnya.
‐ Perhatikan gambar di atas, kita tentukan dulu pin no. 1 s/d pin
no. 8. Biasanya pada saat pemasangan kabel ke konektor, posisi
pengait/hook berada di bawah.
‐ Lalu, masukkan kabel-kabel tadi pada konektor Rj45 seusai
dengan aturan pengabelan straight (atau lihat gambar berikut).

Keterangan:
O/: putih oranye; O: oranye; H/: putih hijau; B: biru
B/: putih biru; H: hijau; C/: putih coklat; C: coklat
‐ Dengan menggunakan Tang UTP, jepitlah dengan kuat konektor
Rj45 tadi sehingga kabel-kabel tersebut terkunci pada konektor
Rj45. (Lihat gambar berikut.)
‐ Lakukan hal yang sama untuk ujung kabel lainnya (ukur dulu
berapa panjang kabel UTP yang dibutuhkan), maka hasilnya
akan seperti gambar berikut:






B. Metode Crossed-Over (NIC <=> NIC)
‐ Cara pemasangan/instalasi sama dengan metode Straight-
Through. Misalkan, kita rentangkan kabel UTP dengan posisi kiri
dan kanan (lihat gambar di bawah). Untuk kabel pada posisi kiri
urutan kabelnya dari kiri ke kanan; putih oranye, oranye, putih
hijau, biru, putih biru, hijau, putih coklat, coklat. Sedangkan pada
ujung kabel lainnya (kabel UTP posisi kanan), dari kiri ke kanan:
putih hijau, hijau, putih oranye, biru, putih biru, oranye, putih
coklat, coklat.




C. Pengujian Straight-Through UTP Cable
‐ Dengan menggunakan Multimeter, seting multimeter pada range
ohm meter atau buzzer jika pada multimeter terdapat fasilitas
tersebut. Hubungkan ujung sisi kiri dengan ujung sisi kanan
dengan perantara colokan yang ada pada ohm meter. Jika setiap
pin di kedua sisi kiri dan kanan dengan nomor pin yang sama
berhubungan, maka jarum pada ohm meter akan menyimpang/
berbunyi yang berarti pemasangan konektor Rj 45 berhasil.
Lakukan hal yang sama untuk nomor pin berikutnya.


‐ Dengan menggunakan Hub/Switch dan NIC, colokkan Rj 45
modular cable ke NIC pada komputer yang telah dinyalakan. Di
sisi yang lain, colokkan Rj 45 modular cable ke HUB. Salah satu
indikator keberhasilan instalasi kabel adalah dengan nyalanya
LED pada NIC dan HUB.

D. Pengujian Crossed-Over UTP Cable
‐ Dengan menggunakan Multimeter, seting multimeter pada range
ohm meter atau buzzer jika pada multimeter terdapat fasilitas
tersebut. Hubungkan ujung sisi kiri pin nomor 1 dengan ujung
sisi kanan pin nomor 3 dengan perantara colokan yang ada pada
ohm meter. Jika berhubungan, maka jarum pada ohm meter akan
menyimpang/berbunyi.
‐ Berikutnya pin 2 (kiri) dihubungan dengan pin 6 (kanan).
‐ Pin 3 (kiri) dihubungan dengan pin 1 (kanan).
‐ Pin 6 (kiri) dihubungan dengan pin 2 (kanan).
‐ Dengan menggunakan NIC, colokkan Rj45 modular cable ke NIC. Begitu juga pada ujung kabel pada sisi lainnya. Jika berhasil, indikator LED pada NIC akan menyala.
( Dari berbagai sumber )

Jumat, 11 Januari 2008

Sekilas Mengenai Hardware Jaringan

Yup, kali ini saya akan coba jelaskan sedikit gambaran mengenai fungsi dari hardware jaringan yang telah di request. Yakni Router, Switch dan Hub. Langsung aja ke bahasannya ...
Router : Router, digunakan untuk menyambung 2 jaringan yang berbeda. Sebagai contohnya, untuk menyambungkan antara LAN dengan Internet diperlukan adanya router sebagai jembatan dari 2 jaringan tersebut.Kedudukan router biasanya diletakkan sesudah modem, kira-kira gambarannya adalah seperti ini.
Internet ----> Modem ----> Router ----> LAN




Router yang digambarkan diatas berfungsi sebagai gateway, sekaligus firewall.Gateway : Gerbang penantian menuju internet. Masing-masing client/workstation dalam jaringan melewati gateway terlebih dahulu untuk menuju internet. Bisa digambarkan seperti ini :

Firewall : Biasanya dipasang diantara internet dan router. Firewall berfungsi sebagai tembok keamanan untuk jaringan dalam [ LAN ]. Didalamnya biasanya terdapat fasilitas, firewall, logging, snort. etc.Contoh router phisik multifungsi seperti itu adalah Cisco Router. Tetapi saya lebih cenderung memakai alternatif router yaitu menggunakan Smoothwall. Karena smoothwall hanya memerlukan komputer butut yang sudah lama tidak terpakai dengan harddisk sekitar 300 mb, dan tentunya 2 lan card. Smoothwall adalah distro linux khusus yang didesain untuk menangani masalah router, firewall, dan gateway. Selain itu Router pun digunakan untuk menyambungkan 2 LAN, yang berbeda subnet masknya. Lebih kearah Intranet.Switch : Biasanya switch banyak digunakan untuk jaringan LAN token star.Dan switch ini digunakan sebagai repeater/penguat. Berfungsi untuk menghubungkan kabel-kabel UTP ( Kategori 5/5e ) komputer yang satu dengan komputer yang lain. Dalam switch biasanya terdapat routing, routing sendiri berfungsi untuk batu loncat untuk melakukan koneksi dengan komputer lain dalam LAN. Gambarannya adalah seperti ini :

Hub : Sama seperti switch, tetapi perbedaannya adalah hub tidak memiliki faslitas routing. Sehingga semua informasi yang datang akan dikirimkan ke semua komputer (broadcast)Untuk sementara segitu dulu aja penjelasannya yah ... heheuhuehue ... silahkan request lagi. Nggak mahal kok, cuma 9 jutaan. Huehueh ....
Sumber : Internet ( maaf...lupa penulisnya)

Kamis, 10 Januari 2008

Benarkah Wimax Mengalahkan 3G?

30 Maret 2007 - 02:40:52 PM


APAKAH WiMAX Itu?
Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX) merupakan evolusi dari teknologi Broadband Wireless Access (BWA) sebelumnya. Bila teknologi BWA sebelumnya masih proprietary, maka teknologi WiMAX bersifat open standar. Dalam arti komunikasi perangkat WiMAX diantara beberapa vendor yang berbeda tetap dapat dilakukan (tidak proprietary).
Pengembangan teknologi WiMAX terjadi dalam beberapa tahap atau mengalami evolusi. Sesuai dengan standarisasinya, dikatakan bahwa teknologi WiMAX diatur dalam standard IEEE 802.16. Standard ini terbagi lagi dalam beberapa kategori yaitu IEEE 802.16a yaitu untuk standard BWA yang belum open standard atau biasa disebut dengan Pre-WiMAX. Selanjutnya standard ini dikembangkan lagi menjadi standard IEEE 802.16d untuk WiMAX fixed/nomadik. Sementara untuk WiMAX Mobile akan diatur dalam standarisasi IEEE 802.16e yang telah diratifikasi pada akhir tahun 2005. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Perkembangan Standard WiMAX
Disamping evolusi pada sisi kemampuan akses, terjadi juga evolusi pada sisi CPE. Pada tahap awal, perangkat CPE WiMAX berupa Fixed Outdoor, kemudian berkembang menjadi Fixed Indoor, portability (nomadik) dan mobile. Perangkat Fixed Outdoor merupakan perangkat CPE terdiri dari 2 unit yaitu unit outdoor yang terdiri dari radio dan antena serta unit indoor yang merupakan interface ke terminal pelanggan. Pada tipe Fixed Indoor, perangkat CPE hanya terdiri dari satu unit indoor yang sudah terdiri dari radio, antena dan port user interface. Umumnya pada tipe ini, user dapat menginstal sendiri perangkat CPE-nya (self installation).
Tahap berikutnya, perangkat CPE sudah bukan merupakan perangkat independent tetapi tergabung dalam terminal pelanggan seperti laptop dan PDA. Pada tahap ini, CPE WiMAX portable telah terpasang permanen pada terminal sebagaimana CPE Wi-Fi. Terakhir adalah perangkat mobile. Keunggulan yang ditambahkan adalah kemampuan portability yang lebih tinggi selain ukuran terminal yang lebih kompak. Pada tahap ini perangkat terminal WiMAX merupakan perangkat handphone. Dengan adanya pengembangan evolusi di CPE WiMAX, maka secara otomatis juga akan mempengaruhi market yang disasar
Aplikasi WiMAX
WiMAX dapat dimanfaatkan untuk backhaul WiMAX itu sendiri, backhaul Hotspot dan backhaul teknologi lain. Dalam konteks WiMAX sebagai backhaul dari WiMAX aplikasinya mirip dengan fungsi BTS sebagai repeater untuk memperluas jangkauan dari WiMAX. Sedangkan sebagai backhaul teknologi lain, WiMAX dapat digunakan untuk backhaul seluler. Juga Kalau biasanya hotspot banyak menggunakan saluran ADSL sebagai backhaulnya, namun karena keterbatasan jaringan kabel, maka WiMAX dapat dimanfaatkan sebagai backhaul hotspot.









Gambar 2. WiMAX Sebagai backhaul
WiMAX dapat digunakan sebagai ”Last Mile” teknologi untuk melayani kebutuhan broadband bagi pelanggan. Dari pelanggan perumahan maupun bisnis dapat dipenuhi oleh teknologi WiMAX ini.
WiMAX sebagai penyedia layanan personal broadband dapat dimanfaatkan untuk dua 2 pangsa pasar yaitu yang bersifat nomadic dan mobile. Untuk solusi nomadic, maka biasanya tingkat perpindahan dari user WiMAX tidak sering dan kalaupun pindah dalam kecepatan yang rendah. Perangkatnya pun biasanya tidak sesimpel untuk aplikasi mobile. Untuk aplikasi mobile, pengguna layanan WiMAX melakukan mobilitas layaknya menggunakan terminal WiFi seperti notebook, PDA atau smartphone.
Arsitektur Jaringan
Salah satu contoh konfigurasi peruntukan WiMAX sebagai solusi akses service provider digambarkan seperti pada gambar berikut.




Gambar 3. Konfigurasi Jaringan Akses Service Provider
Dari penjelasan di atas, sementara dapat disimpulkan bahwa WiMAX merupakan teknologi yang memiliki kemampuan cukup baik dalam hal kecepatan data, aplikasi untuk pengguna dan fleksibilitas jaringan. Namun demikian masih perlu dikaji sisi lain dalam implementasinya.
ANALISIS TEKNOLOGI
Kalau di awal era komunikasi data yang dilewatkan jaringan tanpa kabel (wireless) baik itu seluler maupun fixed adalah layanan pesan pendek (SMS), data GPRS atau CDMA2000 1X, aplikasi mobile banking dan download content maka untuk dekade yang akan datang diperkirakan layanan broadband akan menjadi kebutuhan yang paling diinginkan pelanggan. Dari berbagai studi oleh lembaga konsultan dan operator di negara maju layanan-layanan tersebut adalah layanan 3G (third generation), layanan Internet di jaringan wireless, mobile TV, mobile video on demand dan juga layanan mobile video conference. Akan menjadi tipis beda antara layanan yang diberikan oleh jaringan wireline dengan jaringan wireless.
Alokasi Spektrum Global
WiMAX adalah standar global baru sehingga di tingkat dunia pun masih diperlukan kesepaktan bersama untuk alokasi spektrumnya. Setiap negara melalui regulasinya sekarang makin intensif memandang penting WiMAX sebagai core utility. Itu sebabnya regulator sibuk menyelaraskan alokasi frekuensi WiMAX dengan alokasi frekuensi eksisting. Tabel di bawah ini merupakan alokasi frekuensi yang dapat digunakan oleh operator WiMAX di dunia.
Tabel 1. Global Spectrum Allocation





Pita frekuensi dan lebar bandwidth yang oleh WiMAX Forum agar dapat disesuaikan dengan kondisi ketersediaan spektrum frekuensi di masing-masing negara pengguna. Berikut ini adalah profil dari setiap pita frekuensi tersebut.
Tabel 2. Rilis 1- Profil Sistem WiMAX Mobile


Produk WiMAX-ceritified belum diimplementasikan secara komersial di dunia. Kemungkinan pertama kali yang akan menggelar adalah Korea dengan diimplementasikannya WiBRO dengan terminal portable untuk aplikasi mobile. Produk ini menggunakan frekuensi 2,3 GHz dengan lebar pita 8,75 MHz dengan menggunakan antena single input single output (SISO).
Aspek Regulasi
Karena frekuensi WiMAX adalah frekuensi baru, maka setiap pemerintah di negara manapun melalui regulatornya sedang sibuk menentukan alokasi frekuensi WiMAX yang harus disesuaikan dengan frekuensi eksisting. Indonesia sedang mengalami perdebatan yang serius untuk alokasi ini. Pemerintah melalui Dirjen Postel mengeluarkan white paper tentang penataan frekuensi untuk keperluan operasi BWA di antaranya di frekuensi 2,3 GHz; 2,4 GHz; 2,5 GHz; 3,3 GHz dan 3,5 GHz.
Operator satelit dan Asosiasi Satelit Indonesia (ASI) sangat tidak setuju dengan usulan frekuensi WiMAX dialokasikan di pita 3,5 GHz, karena telah lama diduduki untuk penggunaan frekuensi dinas satelit. Menurut ITU frekuensi ini ditetapkan sebagai frekuensi dinas satelit tetap (fixed satelite services) untuk link angkasa ke bumi. Satelite yang telah menggunakan frekuensi ini adalah Satelit TELKOM-1 (PT TELKOM) dan Satelite Palapa-2 (PT Pasifik Satelite Nusantara/PSN) yang umumnya digunakan untuk layanan VSAT dan DTH.
Regulator pada tahun 2000 telah mengeluarkan peraturan bahwa frekuensi ini dapat di-share untuk penggunaan BWA dan satelit. Namun dalam operasionalnya ternyata banyak ditemukan keluhan gangguan interferensi yang diterima oleh stasiun bumi dinas satelit. Untuk itu akhirnya pengalokasian kanal selebar 25 MHz di frekuensi 3,5GHz akhirnya direduksi menjadi tinggal 5 MHz. Dan sekarang pemerintah akan melakukan lelang izin frekuensi operasi BWA di pita 2,3 GHz untuk seluruh Indonesia yang berbasis regional sebanyak 3 blok dengan masing-masing blok 15 MHz. Di dunia pita frekuensi yang paling banyak dipilih oleh operator beroperasi di 3,5 GHz, artinya perangkat yang bekerja di pita frekuensi ini akan lebih murah dibanding perangkat yang beroperasi di frekuensi lain termasuk 2,3 GHz.
Jumlah Lisensi
Laporan kajian Maravedis bulan Januari 2006- lembaga analis riset dan pasar telco- menyebutkan bahwa pemegang lisensi WiMAX lebih banyak dibanding pemegang lisensi 3G untuk semua kawasan (North America, Europe, Asian Pacific region (APAC), Central America/Latin America region (CALA)). Total akumulasi pemegang lisensi WiMAX 721 sedangkan pemegang lisensi 3G sebanyak 106.
Gambar 4. Number of Licenses Holder
Mayoritas pemegang lisensi WiMAX adalah lisensi wilayah sedangkan untuk 3G adalah lisensi nasional, sehingga pasar WiMAX lebih fragmented dibanding 3G.
Harga Sewa (Cost Per Hz)
Average Cost per Hz spectrum 3G lebih mahal dibandingkan cost per Hz spectrum BWA/WiMAX. Di kawasan Eropa cost per Hz average cost per Hz spectrum 3G 1000 kali lebih mahal WiMAX. Mungkin karena waktu tender 3G di sana terjadi apa yang orang sebut dengan telecom bubble. Alasan lainnya adalah lisensi WiMAX ditenderkan untuk aplikasi fixed saja, sehingga pasarnya lebih kecil dibanding layanan mobile 3G.


Gambar 5. Grafik Perbandingan
Cakupan Layanan
Karakteristik transmisi radio melalui udara terbuka akan mengalami redaman free-space loss (FSL) yang merupakan fungsi dari frekuensi dan jarak. Semakin jauh jarak antara pemancar dan penerima maka semakin kecil sinyal yang diterima oleh penerima karena redaman yang dialami lebih besar. Semakin tinggi frekuensi operasi yang digunakan maka akan semakin besar redaman yang terjadi.
Gambar 6. Perbandingan Radius Sel WiMAX dan 1xEV DO
WiMAX Forum sedang menggodok standar WiMAX untuk aplikasi Fixed BWA (FBWA) dan untuk aplikasi Portable dan Mobile BWA. Untuk aplikasi portable dan Mobile BWA sampai saat ini belum ada produk yang tersertifikasi digelar secara komersial di dunia. Pertama kali akan digelar adalah di Korea dengan sistem WiBRO menggunakan spektrum frekuensi 2,3 GHz dengan lebar pita 8,75 MHz.
Gambar 7. Perbandingan Throughput menggunakan MIMO
Performansi WiMAX meningkat menjadi lebih baik ketika sistem menggunakan antenna multiple input multiple output.
Kemampuan Umum
Secara umum kemampuan WiMAX dapat dianalisis sebagai berikut:
§ Kemampuan Hand-off
Khususnya untuk WiMAX Portable dan Mobile. Handoff secara seamless akan sulit dilakukan karena komponen core network WiMAX tidak dirancang dari awal sebagai sistem yang mobile.
§ Power Control
Dibutuhkan power control yang baik di sisi reverse link untuk dapat memberikan feedback kepada pemancar mengenai kecepatan data yang dapat diterima penerima. Dalam teknologi WiMAX message based power control-nya masih lemah.
§ Battery Power Consumption
Idle state duty cycle yang digunakan di sistem WiMAX 9-14 kali lebih besar dibanding yang digunakan di sistem 3G seluler sehingga mode sleep operation yang digunakan untuk menghemat battery menjadi tidak efisien sehingga boros.
Ketersediaan Terminal
Ketersediaan terminal juga menjadi penentu keberhasilan penggelaran layanan telekomunikasi. Rencananya client terminal WiMAX ini nanti akan embedded di dalam consumer good seperti note book computer, smart handset, PDA dan lain sebagainya. Karena teknologi ini mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti Intel, Motorola, Samsung dan lainnya dimana tidak ada pihak yang paling dominant di dalam forum, maka kemungkinan ketersediaan terminal WiMAX akan lebih mudah dicapai
Gambar 8. Ketersediaan Terminal WiMAX
Jumlah Base Station
Komponen terbesar dalam investasi penggelaran jaringan tanpa kabel adalah infrastruktur base station. Jumlah pelanggan, tingkat performansi yang diinginkan, dan luas cakupan layanan adalah tiga faktor yang menentukan jumlah base station yang perlu digelar. Mengingat sistem BWA menggunakan frekuensi yang lebih tinggi dibanding teknologi 3G secara umum akan membutuhkan jumlah base station yang lebih banyak untuk mencakup luas layanan, jumlah pelanggan dan availabilitas jaringan yang sama.
Gambar 9. Jumlah Sel Base Station antara 3G dan WiMAX
Gambar di atas menunjukkan perhitungan jumlah base station yang dibutuhkan dengan menggunakan asumsi model propagasi Cos-Hatta di frekuensi 1900 MHz, 2500 MHz dan 3500 MHz.

KESIMPULAN
Kelebihan
§ WiMAX merupakan teknologi broadband wireless acess yang menawarkan standar open, dengan aplikasi fixed dan mobile (portable).
§ Lisensi WiMAX berbasis regional, bukan nasional seperti 3G sehingga biaya lisensi lebih murah dan akhirnya mudah diterima pasar.
§ Terminal WiMAX akan embedded di consumer goods, seperti computer notebook, smart phone dan PDA. Karena didukung oleh banyak pihak yang setingkat otorisasinya kemungkinan WiMAX lebih cepat diterima pasar.
Kekurangan
§ Karena menggunakan pita spektrum frekuensi tinggi, maka cakupan layanan WiMAX lebih kecil dibanding 3G sehingga jumlah base station yang dibutuhkan untuk mencakup luas yang sama dibutuhkan lebih banyak jumlah base station.
§ Alokasi spektrum frekuensi WiMAX memerlukan penyesuaian terhadap alokasi frekuensi eksisting di tiap negara. Ketidakseragaman alokasi frekuensi menyebabkan harga perangkat menjadi mahal.
§ Kemampuan ; WiMAX untuk mobilitas akan tidak sebagus sistem seluler dan konsumsi battery akan lebih boros.

REKOMENDASI
§ Pemerintah harus tegas mengeluarkan regulasi penataan frekuensi WiMAX agar tidak tumpang tindah terhadap jaringan telekomunikasi eksisting. Penggeseran frekuensi 3.5 GHz yang telah digunakan operator satelit untuk alokasi frekuensi BWA akan berakibat buruk terhadap negara, karena mencari pengganti spectrum frekuensi satelit lebih sulit dibanding frekuensi terrestrial.
§ Pemerintah harus mendorong kepada terciptanya masyarakat telekomunikasi dan informasi dengan memfasilitasi penggelaran WiMAX di Indonesia, karena sistem ini relative murah sehingga lebih mungkin diselenggarakan oleh operator kecil.
§ Operator BWA harus mempertimbangkan cakupan layanan sesuai dengan permintaan pelanggan dengan tepat karena bila tidak akan dibutuhkan jumlah base station yang banyak sehingga investasi menjadi tidak efisien.

Hazim Ahmadi, Bergabung dengan TELKOM RDC sejak tahun 1996, setelah lulus S1 Teknik Telekomunikasi STT TELKOM. Selama ini bekerja di Lab Wireless dan menangani teknologi broadband wireless, fixed celullar dan celullar.

REFERENSI
1. DitJen POSTEL, “Penataan Spektrum Frekuensi Radio Layanan Akses Pita Lebar Berbasis Nir Kabel”, KOMINFO, Nopember 2006.
2. “Broadband Wireless Access Options”, Qualcomm Inc., Oktober 2006.
3. Doug Gray, “Mobile WiMAX: A Performance and Comparative Summary”, WiMAX Forum, September 2006.
4. Patrick Adhiatmadja, “Wireless Broadband: The Future, today”, Motorola Asia, Nopember 2006.
5. Kajian WiMAX, TELKOM RDC, 2006.
6. Berbagai sumber.
























Rabu, 09 Januari 2008

Kedewasaan di Industri seluler

Pada Januari 2008, pemerintah akan menerbitkan aturan tentang standarisasi kualitas layanan lima jenis jasa telekomunikasi. Kelima jenis layanan itu adalah telepon seluler, telepon tetap nirkabel (FWA), telepon tetap kabel (PSTN), sambungan langsung jarak jauh (SLJJ), dan sambungan langsung internasional (SLI).

Bila kebijakan ini berhasil diimplementasikan, para operator telekomunikasi harus memenuhi standar-standar layanan yang tertuang dalam Service Layanan Agreement (SLA), mencakup antara lain keluha pelanggan, tagihan, aktivasi, call center, pemulihan gangguan, kualitas jaringan, serta tingkat keberhasilan pengiriman SMS.

Penerapan kebijakan ini memang layak ditunggu, mengingat hingga kini kita masih mendapati beragam keluhan terkait layanan yang diberikan operator telekomunikasi, khusus operator seluler.

Banyak layanan harus di-SLA-kan, seperti penanganan komplain tagihan dengan presentase tidak kurang dari 90 persen, aktivasi paskabayar yang harus dipenuhi dalam lima hari kerja, aktivasi prabayar yang tak boleh melebihi 24 jam, jumlah pelaporan gangguan layanan untuk setiap 1.000 pelanggan yang tidak boleh melebihi 50 laporan pada periode 12 bulan, persentase keberhasilan pengiriman SMS yang tidak boleh lebih dari 30 detik, dan beberapa lainnya.

Namun yang perlu mendapat perhatian lebih adalah successful call ratio alias rasio keberhasilan panggilan, dimana dalam ketentuan SLA nantinya jumlah panggilan yang tidak mengalami dropped call dan blocked call tidak boleh kurang dari 90%. Masih terlalu rendahkah? Ada segelintir penolakan atas rencana pemberlakuan kebijakan ini, yang naïf berpendapat bahwa SLA cukup didasari atas “rasa” pelanggan yang akan berpindah layanan operator dengan sendirinya jika kualitas layanan yang diterimanya buruk.

Resistansi atas penerapan kebijakan yang sedianya berujung pada peningkatan kualitas layanan bagi masyarakat ini, menandakan bbelum dewasanya industri seluler di Indonesia. Padahal, seharusnya keputusan pelanggan dalam memilih operator atau “meninggalkan” suatu operator harus didasarkan pada sebuah peringkat, sehingga bisa diketahui operator mana yang memiliki kualitas layanan paling baik.

Di dalam telekomunikasi, kualitas layanan voice, paling tidak dinilai oleh dua pengukuran yaitu grade of service (GoS) dan quality of service (QoS).

Quality Of Service merupakan sebuah mekanisme untuk mengontrol reliabilitas dan usabilitas suatu jaringan telekomunikasi. Ooperator seluler dan operator jaringan tetap sudah seharusnya memiliki ukuran QoS yang di publikasikan bagi para pelanggan calon pelanggannya.

Sementara GoS adalah probabilitas panggilan ditolak (diblok) selama jam sibuk. Persentase GoS didapat dengan membandingkan antara banyaknya panggilan yang tak berhasil. Dengan banyaknya panggilan yang terjadi.

Dalam wireless environment, target disain adalah 2% atau 5% saja. Jadi, ketentuan SLA yang mengharuskan jumlah panggilan yang tidak mengalami dropped call tidak boleh kurang dati 90%, jelas masih terlalu rendah alias masih terlalu longgar buat operator.

Semakin kecil persentasi GoS, semakin baik pula QoS operator dalam hal panggilan voice. Hitung-hitungan inilah yang juga diperlukan untuk mengetahui berapa kanal yang dibutuhkan untuk minimum GoS yang dipersyaratkan.

Nah, kanal inilah yang hingga sekarang menjadi momok dalam dunia interkoneksi. Sudah menjadi rahasia umum, panggillan dari dank ke operator telekomuikasi yang tergolong kecil akan sulit dilakukan.

Interkonesi inilah yang juga perlu mendapat sorotantajam dalam penerapan QoS. Factor persaingan usaha turut bermain disini. Hasilnya, probabilitas blocking sambungan dari dan keoperator lain, akan lebih tinggi di banding menelepon kesesama operator.

Lagi-lagi, kedewasaan industri selular tanah air kita dipertanyakan. Pilihan layanan dari munculnya beragam operator di Indonesia, tetap membuat masyarakat tak memiliki banyak pilihan. Minimnya edukasi juga membuat operator kecil-yang dirugikan dengan blocking interkoneksi ini-tetap kerdl dimata masyarakat.

Hal lain yang juga turut dipermasalahkan dalam penerapan QoS layanan telekomunikasi adlah kondisi geografis Indonesia yang berakibat pad kemampuan infrastruktur di masing-masing wilayah yang berbeda. Gitu aja ko! Buat saja QoS yang berbeda untuk setiap wilayah.

Kita harapkan saja kualitas layanan operator telekomunikasi akan jauh lebih baik ditahu 2008, dan semoga saja industri telekomunikasi I donesia akan semakin dewasa, kelak ketika peraturan tentang denda dan penalty terkait penerapan QoS juga turut diberlakukan.

Sumber: Legiman Misdiyono (Tabloid Pulsa edisi 122 Th V/2008)

Kamis, 03 Januari 2008

Pengantar Telekomunikasi

PENGANTAR TELEKOMUNIKASI

I. Definisi & Prinsip Dasar Telekomunikasi


I.1 Definisi Telekomunikasi
Pengertian dari kata Telekomunikasi dapat dilihat sebagai berikut :
Tele : jauh
Komunikasi : penyampaian informasi atau hubungan antara satu simpul dengan simpul yang lainnya.

Telekomunikasi : penyampaian informasi atau hubungan antara satu simpul dengan simpul yang lainnya yang berjarak jauh.

Berdasarkan pengertian tersebut bagaimanakah jika ada hubungan komunikasi namun berjarak dekat, apakah dapat disebut dengan telekomunikasi. Juga apakah jika ada komunikasi jarak jauh seperti orang yang berteriak disebut telekomunikasi?

Sehingga definisi sesungguhnya dari telekomunikasi adalah :
Telekomunikasi : penyampaian informasi atau hubungan antara satu simpul dengan simpul yang lainnya dengan mempergunakan bantuan peralatan khusus.
Contoh: Telepon, TV dsb

Disini terlihat bahwa hubungan itu tidak harus jauh (meskipun ada perkataan TELE) dekatpun bisa. Tidak harus berupa peralatan khusus (listrik) lainnyapun bisa. Contoh: asap, bendera, genderang, dsb.
Selain itu, harus pula dapat dibedakan antara telekomunikasi dengan komunikasi walaupun keduanya saling berhubungan. Perbedaannya dapat dilihat dari ilmu pengetahuan yang mempelajarinya.
Ilmu Pengetahuan tentang Telekomunikasi : ilmu yang mempelajari tentang penyampaian informasi dengan bantuan peralatan listrik.


Ilmu Pengetahuan tentang Komunikasi : ilmu yang mempelajari seluruh aspek penyampaian informasi.

I.2 Konsep Dasar Telekomunikasi


One Way System : dimana kedua belah pihak salah satu dapat saling berbicara atau mendengar.
Contoh : baby alarm

Two Way System : dimana kedua belah pihak dapat saling berbicara dan mendengar.

Contoh : intercom

Cara Kerja : Suara diubah menjadi sinyal listrik oleh micropon, sinyal-sinyal ini disalurkan melalui kabel, diperkuat oleh amplifier dan diubah kembali menjadi suara yang dipancarkan oleh loudspeaker.

Masalah-masalah yang timbul pada telekomunikasi :
1. Masalah terminal
2. Masalah transmisi
3. Bagaimana menyambungkan terminal-terminal tersebut dan bagaimana mengontrol atau mengendalikan penyambungan dari terminal-terminal tersebut.

Prinsip Dasar dari Telekomunikasi : dua buah terminal yang dihubungkan oleh saluran transmisi.

I.3 Jaringan Telekomunikasi
Jaringan telekomunikasi terdiri dari bermacam-macam bentuk tergantung dari :
- Terminalnya
- Macam informasinya
Jaringan telekomunikasi terbesar didunia adalah Telepon, karena memerlukan banyak switching dan terminal.

Bentuk dasar dari jaringan telekomunikasi :
- Jaringan mata jala
- Jaringan bintang

Jaringan Mata Jala
Terbagi atas dua jenis :
- Jaringan sebuah mata jala (single mesh network)
Suatu bentuk jaringan dimana jumlah salurannya diantara terminal dikurangi seminimal mungkin, hingga menjadi8 satu mata jala saja.

Jumlah seluruh saluran (b) pada jaringan bentuk ini :


- Jaringan mata jala penuh (fully mesh network)
Setiap terminal disambungkan langsung dengan terminal lainnya.

Jumlah seluruh saluran pada jaringan bentuk ini :
b = ½ n (n – 1)

- Jaringan bintang (star network)
Disini jumlah saluran berkurang menjadi sama dengan:
b = n – 1







BAB II Informasi

Sistem telekomunikasi dibatasi kemampuannya oleh:
1. Power dari signal yang tersedia
2. Latar belakang noise yang tidak dapat dielakkan
3. Keharusan membatasi bandwidth

Sebelum tahun 1940 penelitian mengenai telegrafi dilakukan oleh Nyquist dan Hartley.
Setelah Perang Dunia II dilakukan oleh :
1. Nobert Wiener (1949)
Telah mengembangkan konsep baru yang sampai sekarang masih tetap dipakai.
Wiener meneliti dengan cara : Jika diketahui suatu signal kemudian ditambahkan dengan noise yang ada, lalu bagaimanakah kita memperkirakan keadaan signal tersebut pada waktu sebelum dan sesudah diterima.
Penelitian ini dilakukan pada ujung penerima saja. Teori ini disebut sebagai “Detection Theory”.


2. Claude Shannon (1948)
Bekerja sesuai dengan prinsip dari komunikasi, dimana signal processing dapat terjadi baik pada penerima maupun pada pengirim.
Shannon meneliti dengan cara : Jika diketahui suatu berita, lalu diteliti bagaimana berita tersebutdapat terwakilkan sedemikian rupa sehingga dapat membawa informasi melalui suatu sistem yang diberikan dengan keterbatasan-keterbatasannya.

Dengan cara ini yang dipentingkan bukan signalnya, melainkan informasinya yang terkandung didalam signal tersebut.
Pendekatan ini disebut sebagai “Teori Informasi”.

Teori informasi adalah suatu pelajaran matematik yang terbagi menjadi 3 bagian konsep dasar, yaitu:
1. Pengukuran dari informasi
2. Kapasitas saluran komunikasi untuk menyalurkan informasi
3. Penyandian (coding) sebagai cara untuk mendayagunakan saluran agar dapat berkapasitas penuh.

2.1 Simbol dan Nilai Informasinya
Teori informasi mendapatkan penghargaan yang layak setelah diterbitkannya makalah dari E.C Shannon yang berjudul “A Mathematical Theory Of Communication” pada tahun 1948 yang memberikan standard performansi yang absolut serta faktor-faktor yang membatasi performansi tersebut.

Usaha untuk mengukur kwantitas yang terkandung dalam suatu informasi/berita dikemukakan oleh R.V Hartley pada tahun 1928 yang menyarankan agar kwantitas ini dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya berita. Berita yang sudah pasti akan terjadi, pasti bukan merupakan berita lagi, sehingga nilai informasinya sama dengan nol.

Informasi diwakili oleh simbol-simbol, dimana jika “p” adalah kemungkinan terjadinya suatu simbol maka nilai informasinya didefinisikan sebagai berikut:
Menurut Hartley:
- log p [Hartley]

Menurut Shannon:
-log2 p [bit]

2.2 Entropy Sumber Berita
Jika suatu sumber berita menghasilkan dua simbol dengan kemungkinan masing-masing p1 dan p2 .
(dimana p1 + p2 = 1), maka nilai informasinya rata-rata per simbol dapat dihitung dengan mengambil suatu berita yang panjangnya “N” simbol dan menghitung seluruh nilai informasinya yang dikandungnya sebagai berikut:

Simbol Jumlah Simbol Dalam Berita Nilai Informasi Setiap Simbol Jumlah Nilai Informasi
I Np1 - log2 p1 - Np1 log2 p1
II Np2 - log2 p2 - Np2 log2 p2
Dengan demikian, jumlah nilai informasi untuk keseluruhan (N) simbol adalah :
- Np1 log2 p1 - Np2 log2 p2

Entropy sumber berita didapatkan:
H = - p1 log2 p1 – p2 log2 p2 [Bit/simbol]
Jika sumber berita menghasilkan ‘n’ simbol yang berbeda dengan kemungkinan masing-masing p1, p2,……. pn
H =  - p1 log2 p1

2.3 Kapasitas Saluran
Kalau H adalah entropy sumber berita dan B adalah jumlah simbol yang dihasilkan setiap detik maka ‘source rate’ atau laju volume informasi adalah HB bit/detik.
Kalau C merupakan kapasitas saluran, yaitu laju informasi maksimum yang dapat ditransmisikan melalui saluran tersebut, maka teori Shannon dapat dirumuskan sebagai berikut :
“ Apabila HB lebih kecil dari C maka dapat dicari suatu cara penyandian sedemikian rupa sehingga informasi dapat ditransmisikan dengan kesalahan yang berarti “.
Shannon dapat merumuskan C jika bandwidth dan S/N saluran diketahui. ( S/N = Signal to noise ratio yang menentukan kwalitas dari telekomunikasi.
Dalam teori pencuplikan (sampling) disebutkan bahwa saluran yang memiliki bandwidth W Hz sanggup mentransmisikan cuplikan-cuplikan yang frekuensinya 2W cuplikan per detik. Misalkan bahwa setiap cuplikan dapat mengambil salah satu dari m tingkat (level) yang sama kemungkinannya. Saluran tadi, dengan demikian akan sanggup mentransmisikan informasi dengan laju:
C = 2W log2 m bit/detik
Keterbatasan dalam saluran komunikasi biasanya secara dominan dipengaruhi oleh hadirnya derau. Untuk derau yang yang bersifat putih (white noise) dengan distribusi normal, Shannon telah menurunkan bahwa kapasitas saluran menjadi:
C = W log2 (1 + S/N) bit/detik
Dimana W adalah bandwidth saluran dan S/N adalah signal to noise ratio. Secara formal rumus diatas diikat oleh syarat-syarat sebagai berikut ini :
- Kecepatan maksimum tadi (C) akan menghasilkan kesalahan transmisi yang tak berarti apabila dipakai cara penyandian yang tepat.
- Teknik penyandian menghendaki agar informasi dikirim dalam blok-blok yang panjang memakai gelombang yang menyerupai derau.
- Derau dalam saluran bersifat putih dengan distribusi normal.










BAB III Terminal

Terminal adalah suatu electrical interface antara suatu saluran dengan sumber berita, meskipun interface ini tidak memproduksi signal-signal itu sendiri.
Terminal yang tergantung dari signal yang akan disalurkan untuk dikirimkan adalah sebagai berikut:
1. Terminal untul penyaluran signal-signal suara, yaitu:
- Radio penerima
- Telepon
2. Terminal untuk penyaluran signal-signal tulisan, yaitu:
- Telegrafi
- Teleprinter
3. Terminal untuk penyaluran signal-signal gambar, yaitu:
- Facsimile
- Televisi
4. Terminal untuk penyaluran signal-signal data, yaitu:
- Modem


3.1 Terminal untuk Suara
3.1.1 Radio Penerima
Radio penerima adalah suatu terminal untuk menerima signal-signal suara. Namun dapat juga untuk menerima signal-signal yang berbentuk tulisan, gambar maupun data. Jadi radio penerima juga menerima penyaluran segala macam bentuk signal, karena radio penerima ini dalah suatu peralatan untuk menerima segala macam signal yang dikirimkan melalui udara.
Radio penerima ini harus mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang menentukan kwalitas dari radio penerima tersebut. Karakteristik itu adalah :
1. Sensitivitas
Adalah kemampuan dari suatu radio penerima untuk menangkap signal-signal yang kuat maupun yang lemah sampai didapatkan daya output tertentu (standard) pada output penerima tersebut.
2. Selektivitas
Adalah kemampuan radio penerima untuk membedakan antara signal yang diinginkan dengan signal-signal lain yang berdekatan. Berarti hanya menerima signal dengan frekwensi band yang tertentu. Selektivitas ini dapat diperbaiki dengan Band Pass Filter.
3. Fidelitas
Adalah kemampuan radio penerima untuk menjaga keaslian informasi yang dikirimkan oleh pengirim signal.

Pesawat penerima radio siaran dapat digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu:
1. Straight Amplification Receiver
2. Superheterodyne Receiver


• Straight Amplification Receiver
Gambar berikut adalah blok diagram dari radio penerima model straight amplification.

Cara kerja:
Gelombang elektromagnetik diterima oleh antena kemudian oleh tuning circuit gelombang yang diperlukan akan dipisahkan atau diseleksi dari gelombang-gelombang lainnya yang tidak diperlukan. TC merupakan suatu rangkaian filter yang frekwensi resonansinya sama dengan frekwensi yang diterima. Karena gelombang yang diterima ini besarnya hanya beberapa mV saja, maka perlu diperkuat oleh Radio Frequency Amplifier, yang tujuannya selain memperkuat juga meredam gelombang-gelombang lainnya yang datangnya dari pemancar lain yang masih tercampur dalam gelombang tadi. Kemudian gelombang yang masih termodulasi ini oleh Detector di demodulasikan, yaitu dipisahkan antara gelombang yang memodulasikan yaitu informasi yang dikirim dengan gelombang yang dimodulasikan yaitu gelombang pembawa. Setelah gelombang mempunyai frekwensi sebesar audio kemudian diperkuat dengan Audio Frequency Amplifier, yang disalurkan ke Loudspeaker untuk dirubah menjadi gelombang akustik.
Pada sistem ini banyak timbul gangguan-gangguan tidak stabil, sehinnga outputnya juga terdistorsi. Sebagai perbaikan dari sistem ini adalah jenis superheterodyne receiver.
• Superheterodyne Receiver


Cara Kerja:
Gelombang diterima oleh antena kemudian diperkuat dahulu oleh Radio-Frequency Amplifier kemudian dicampur dengan suatu frekwensi fo di dalam suatu Mixer, maka akan didapatkan superposisi dari fr dengan fo (oleh karena itu disebut superheterodyne). Hasilnya adalah gelombang dengan frekwensi baru yaitu fr + fo dan fr - fo disamping fr itu sendiri. Gelombang dengan frekwensi fr - fo ini disebut intermediate frekwensi. Pada IF akan mendapatkan suatu gelombang yang lebih stabil, yang merupakan modulated wave dengan frekwensi pembawa yang lebih kecil dari fr.
Sistem ini untuk radio penerima siaran yang mempunyai modulasi amplitudo (AM) sedangkan jika modulasinya adalah Frequency Modulation (FM) maka pada dasarnya hampir sama seperti pada blok diagram dibawah ini:


Dibandingkan dengan radio penerima siaran untuk AM, maka radio penerima siaran untuk FM mempunyai tambahan komponen yaitu limiter dan pemakaian discriminator frekwensi sebagai ganti dari discriminator amplitudo limiter untuk membatasi perubahan tegangan yang timbul oleh bermacam-macam hal misalnya interface dan internal receiver noise. Selain itu perbedaan-perbedaan yang lain adalah jumlah IF amplifier pada FM biasanya lebih banyak karena signalnya disini lebih lebar dibandingkan AM.

3.1.2 Telepon
Telepon adalah suatu bentuk terminal untuk menerima dan mengirimkan signal suara atau signal yang berbentuk gelombang akustik. Batas frekwensi suara manusia adalah dari 300 Hz – 3,4 KHz. Amplitudo menentukan kekerasan suara atau loudness. Kekerasan suara adalah besarnya kebisingan suara yang diakibatkan oleh amplitudo dari suara itu sendiri yang ditangkap oleh telinga manusia. Satuan unit untuk menentukan kekerasan suara ini adalah sone. Dimana 1 sone didefinisikan sebagai kekerasan suara dari tone dengan frekwensi 1000 Hz pada level intensitas suara 40 dB. Kekerasan suara sebesar 0,0001 sone atau 1msone adalah batas ambang pendengar manusia. Selain itu dipakai juga satuan Phon. Dimana 1 phon adalah level kekerasan suara untuk suatu tone dengan frekwensi 1000 Hz pada level intensitas suara 1 dB.
Level kekerasan suara (Loudness Level) :
LL = 10 log I /10-12 phon
Dimana I = intensitas suara dalam watts/m2.
• Tranducer
Tranducer adalah alat untuk mengubah suatu bentuk gelombang menjadi suatu bentuk lainnya yang tertentu yang sesuai dengan kebutuhan. Pada sistem telepon, tranducernya adalah electro-accoustical tranducer yaitu alat yang mengubah gelombang akustik menjadi gelombang listrik dan sebagainya. Tranducer pada sistem telepon dibagi dua yaitu :
- Mikropon : tranducer yang mengubah gelombang akustik menjadi gelombang listrik.
- Telepon : Tranduceryang mengubah gelombang listrik menjadi gelombang akustik.

• Mikropon
Dilihat dari prinsip kerjanya maka macam-macam mikropon misalnya :
- Mikropon arang
- Mikropon kondensator

• Telepon
Dilihat dari prinsip kerjanya, maka ada bermacam-macam telepon, misalnya:
- Elektro magnetis
Jika arus listrik dari mikropon mengalir ke magnet kumparan, medan magnet akan dibangkitkan yang menimbulkan gaya yang akan menarik membran. Getaran membran ini akan memproduksi gelombang suara.
- Elekro dinamis
Prinsip kerjanya yaitu dengan adanya arus listrik yang berubah menyebabkan perubahan medan listrik yang akan berinteraksi dengan magnet permanen. Sehingga membran keluar dan kedalam sesuai dengan frekwensi dari arus listrik yang diberikan dan akan menimbulkan getaran akustik dari membran.














3.2 Terminal untuk Tulisan
Terminal untuk tulisan informasi yang dikirimkan dan yang diterima berbentuk tulisan atau huruf-huruf. Tiap-tiap huruf-huruf diwakili oleh kombinasi dari simbol-simbol tertentu.

3.2.1 Telegrafi
Sistem telegrafi diwakili oleh kode-kode yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
• Kode Morse
Merupakan kombinasi dari kedua elemen-elemen titik-titik dan garis-garis.
• Kode Undulator
Kode ini dikembangkan untuk komunikasi yang menggunakan kabel laut. Kode ditentukan dengan plus, minus, dan nol sertamempunyai kombinasi yang sama dari arus-arus panjang dan pendek seperti kode morse.
• Kode Telegrap Printing
Kode ini digunakan oleh teleprinter.
• Kode Transmisi Data
Kode ini dipakai untuk transmisi data. Kode transmisi data seperti ASCII, BCD, EBCDIC.

Sistem pengiriman informasi yang dipakai di Amerika Serikat dan beberapa hasil industri adalah sebagai berikut:
• Full Duplex
Jika ada kemungkinan pengiriman kedua belah arah secara bersamaan.
• Half Duplex
Jika ada kemungkinan pengiriman kedua arah akan tetapi pada satu saat hanya dapat mengirim ke satu arah saja.
• Simplex
Jika hanya dapat mengirim kesatu arah saja.

Dari kode morse yang dikirimkan, telegrafi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
• Telegrafi arus searah
• Telegrafi arus bolak-balik

3.2 Terminal untuk Gambar
Terminal untuk gambar dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu:
- Gambar diam
- Gambar bergerak

3.3.1 Facsimile
Prinsip kerja dari pengiriman gambar diam dari facsimile adalah:

Cara Kerja:
Gambar yang akan dikirim ditempelkan mengelilingi sebuah drum D. Sumber cahaya yang melewati lensa akan menyinari gambar tersebut.
Refleksi sinar ini akan diterima oleh PEC (Photo Electric Cell). Dengan berputarnya Drum, sinar direfleksikan akan berubah-ubah intensitasnya sesuai warna gambar yang disinari. Arus dari photocell akanberubah-ubah sesuai dengan perubahan intensitas yang diterima. Seluruh bagian gambar akan kena diraba (scanning).


3.2.2 Televisi
Prinsip dasar dari facsimile kemudian dikembangkan menjadi prinsip dasar dari sistem televisi. Bedanya ialah pada televisi gambar yang dikirimkan adalah gambar bergerak.
Untuk menimbulkan kesan “gambar hidup”, maka diperlukan pergantian gambar sebanyak 25 gambar perdetik detik. Jadi satu gambar mempunyai waktu diperlihatkan selama 1/25 detik. Pada televisi sinkronisasi juga sangat penting untuk mensinkronisasikan waktu kecepatan dan fasa dari perabaan.

Komponen dasar pemancar dan penerima televisi

Blok diagram dari pemancar televisi :

Pulsa-pulsa sinkronisasi yang diberikan ke sinyal gambar (video) juga diperlukan untuk dasar waktu bagi proses perabaan yang dipakai pada camera.
Dua buah gelombang pembawa berfrekwensi radio (radio frequency carrier), dipergunakan untuk dimodulasikan oleh sinyal suara dan untuk dimodulasikan oleh sinyal gambar. Kedua gelombang pembawa yang sudah dimodulasikan ini kemudian disatukan sebelum dipancarkan lewat antena pemancar.

Blok diagram dari penerima televisi :

Filter dan amplifier disambungkan dengan antena yang merupakan tuned circuityang gunanya untuk memilihchannel pemancar yang dibutuhkan.
Sinyal radio frekwensi diproses didalam demodulator yang terdiri dari tiga macam sinyal yaitu:
1. Sinyal suara yang kemudian diperkuat dan disalurkan ke loudspeaker.
2. Sinyal gambar, yang sesuai dengan output dari camera, yang dipergunakan untuk mengendalikan arus pada electron beam dari cathode ray tube (CRT)
3. Pulsa-pulsa sinkronisasi yang dipisahkan dari sinyal gambar dan dipergunakan untuk mengendalikan oscilator yang berhubungan dengan proses perabaan.


3.4 Terminal untuk Data
Sesuai dengan namanya maka informasi yang dikirimkan berupa data-data. Data-data ini dapat berupa tulisan, grafik maupun gambar-gambar. Pada terminal untuk data, informasi yang dikirimkan akan diproses atau diolah sehingga akan diterima oleh terminal yang dituju adalah hasil dari pengolahan atau pemrosesan informasi. Pusat pengolahan data dapat disebut juga dengan komputer. Konfigurasinya dapat terlihat sebagai berikut:



Blok diagram tersebut dapat diperinci lagi, dimana komputer itu terdiri dari bagian-bagian lainnya, seperti dibawah ini:

• Main Storage adalah suatu ingatan utama yaitu untuk menyimpan segala macam informasi yang diperlukan untuk mengolah data.
• Ingatan utama ini dapat dibantu oleh ingatan tambahan yang disebut dengan auxiliary storage, dan ini dapat berupa pita magnetik, piringan (disk) dan sebagainya.
• CPU adalah otak dari sistem komputer ini, yaitu suatu alat yang menghitung dan memproses informasi yang masuk maupun yang disimpan dalam storage yang disebut diatas.
• Control Unit adalah suatu unit untuk mengatur atau mengendalikan urutan tugas didalam sistem ini.
• Input/Output ini adalah yang disebut sebagai terminal dari data.




Sumber: Modul Kuliah Univ. Mercu Buana